Minggu, 15 Januari 2012

IONI AJARAN SUJUD DAN SAUDARA ROHANI

21.44  Renaja Kerokhanian Sapta Darma  No comments

Oleh : Agust R. 
 
 
Judul di atas terinspirasi dari kata-kata Mbah Toh Joyo Prayitno, alm, yang merupakan Tuntunan SCB Kedungdoro. Beliau selalu berkata, “ Ajaran Sujud, Simbol Pribadi Manungsa dan Ajaran Sedulur iku gawat keliwat-liwat, biso nguasai ndonya sak isine.” Dari kata-kata Mbah Joyo inilah, para warga saling berlomba untuk membuktikan kebenarannya, dan kenyataannya 99% mendekati benar. Selanjutnya konsekuensinya ditanggung masing-masing penumpang. Dari pembuktian tersebut, ada beberapa cerita lucu dan hebat, dikarenakan menimbulkan perang saudara ias warga SCB Kedungdoro, berikut ceritanya;Pada waktu itu Bapak Kusnen, alm, dimintai tolong seseorang yang punya hajatan mantu, agar pada hari dan tanggal hajatannya tidak terjadi hujan dan tamunya banyak yang datang. Masalahnya, orang yang punya hajatan tersebut memiliki musuh di kampung lain. Sang musuh tersebut meminta bantuan kepada Bapak Nyoto, alm, yang memiliki nama panggilan Jidung. Kedua orang tersebut adalah warga SCB Kedungdoro, sama-sama satu grup alasan dengan penulis dan Bapak Poniran Suparno, alm. 
 
Kocap kacarita, pada hari pelaksanaan hajatan, Bapak Kusnen sujud dan meminta bantuan saudara rohaninya yang memiliki bentuk lingkaran berwarna kuning dan bernama Mikail yang berkedudukan di barat. Mikail adalah ratunya Donya, Hujan, Angin, dan binatang yang terbang, yang bertugas mengatur rejeki manusia, meminta agar pada hari tersebut agar tidak ada hujan, serta rejeki si pemilik hajat melimpah. Di sisi lain, Bapak Nyoto/Jidung juga sujud meminta bantuan kepada saudara rohaninya bernama Mikail juga. Disinilah terjadi perang saudara dikarenakan hujan dan panas yang datang silih berganti dalam jangka waktu yang relatif singkat di tempat hajatan tersebut. Padahal pada saat itu masih bulan September 1981. Bapak Kusnen dan Bapak Nyoto sama-sama sedang sujud di rumah mereka masing-masing. Bapak Kusnen terus-menerus ditelepon yang mengatakan bahwa cuacanya masih hujan, sedang Bapak Nyoto ditelepon yang menyatakan bahwa cuacanya masih belum hujan. Kedua orang tersebut merasa ada saingan yang sengaja menantang kemampuannya, sehingga sujud mereka lebih dikhusyukkan, sampai-sampai roh suci masing-masing dari mereka keluar dari badan mereka dan naik ke angkasa. Di angkasa, mereka saling bertemu dan menghujat. Masing-masing merasa bahwa mereka sedang melaksanakan tetulung marang sapa bae seperti kewajiban warga Kerokhanian Sapta Darma yang ada di Wewarah Tujuh nomor (empat). 
 
Pada hari-hari berikutnya, kedua orang tersebut tidak nampak di Sanggar. Ada berita yang menyatakan bahwa mereka sedang berseteru mengenai suatu permasalahan. Mendengar kabar tersebut, penulis dan Bapak Poniran memanggil mereka berdua ke rumah Bapak Poniran. Setelah bertemu dan bercerita tentang duduk perkaranya, terjadilah tawa membahana yang memekakkan telinga dikarenakan Bapak Nyoto apabila sedang berbicara, suara beliau keras dan orangnya mudah tertawa, dan suara tawanya pasti keras. 
 
Ada cerita lain lagi. Pada saat itu SCB Kedungdoro akan mengadakan Suroan dan mengadakan Pagelaran Wayang Purwa. Dalam rapat terdapat perbedaan pendapat antara Bapak Jo’o Ismoyo dengan rekan-rekan panitia mengenai masalah hari dan tempat, namun dikarenakan kalah suara maka hari dan tempat ditetapkan sesuai dengan jadwal dari panitia. Dalam hal ini, Pak Jo’o nggrundel dan mengancam akan terjadi hal-hal yang aneh pada saat Pagelaran Wayang nanti. Pak Jo’o pun sujud dan meminta bantuan kepada saudara rohaninya, Mikail. Beliau meminta agar pada hari tersebut diturunkan hujan sebatas di wilayah Kedungdoro IX. Alhasil pada hari pelaksanaan Pagelaran Wayang, hujan terjadi di Kedungdoro IX saja, sedang di sekitarnya seperti Jl. Bromo, Jl. Arjuna, Kampung Kedunganyar tidak mengalami hujan sehingga terjadi banjir yang menggenangi Genjot Wayang Kulit dan Pengrawitnya. Dalam hal ini, panitia lengah karena memandang sepele masalah perbedaan pendapat tersebut. 
 
Cerita lain lagi tentang kehebatan sujud Bapak Jo’o Ismoyo. Beliau memiliki pacar, namun dikarenakan suatu hal, pacarnya dinikahkan dengan pria lain. Pak Jo’o tidak terima dengan apa yang terjadi. Kemudian pada hari resepsi pernikahan tersebut yang menanggap Wayang Purwa, Bapak Jo’o meminta bantuan pada saudara rohaninya yang berkedudukan di utara, berbentuk lingkaran berwarna hitam yang bernama Isrofil, yang berkuasa atas setan, bumi, tetukulan, rasa, yang berwenang memberikan rasa kepada manusia. Beliau juga meminta bantuan pada saudara rohaninya yang berkedudukan di selatan, berbentuk lingkaran berwarna merah dan bernama Ijroil, yang menguasai hewan darat, kekuatan, kadigdayan, panas, bertugas memberikan kekuatan pada manusia, mengambil roh manusia (dalam hal ini, Bapak Jo’o tidak meminta bantuan kepada saudara rohaninya yang bernama Jibril yang berbentuk lingkaran berwarna putih, dikarenakan tidak tepat sasaran dan berkemungkinan membuat rencana menjadi gagal total), beliau juga menggunakan Wasiat yang membuat semua orang yang ada di tempat resepsi menjadi terpaku membisu, pengrawit yang sedang makan pun berhenti dengan tangan memegang sendok yang penuh, mulut terbuka. Ki dalang berhenti dengan tangan di atas dan masih memegang wayang. Dalam kondisi seperti itu, Bapak Jo’o bertindak cepat, sang pengantin wanita dibawa, digendong dan dimasukkan ke mobil kemudian dibawa lari. Semua diam membisu dan tidak dapat berbuat apapun. Setelah beberapa saat setelah pengantin wanita dibawa lari ke arah Krian, baru semuanya tersadar akan apa yang telah terjadi. 
 
Satu lagi cerita mengenai Bapak Jo’o. Pada suatu hari, beliau menantang adu wasiat dengan penulis. Mbah Toh Joyo yang mengetahui hal ini pun menjadi marah. Mbah Joyo memang memperbolehkan, namun tidak dengan wujud nyata yang dapat membuat situasi menjadi kacau. Akhirnya Bapak Jo’o dan penulis sepakat dengan mengadakan adu wasiat yang disaksikan oleh juri para senior warga Kedung doro dan sepakat mengeluarkan Wasiat Singo Barong, ada bukti dan jejak yang nyata bisa dilihat mata, meskipun Wasiat Singo Barongnya tidak nampak. Hasilnya padi di sawah yang semula tegak menjadi seperti terpisahkan melengkung ke kiri dan ke kanan membentuk dua garis lurus yang sejajar dalam jarak 1.000 meter. Oleh para juri dinyatakan bahwa keduanya sama-sama kuat, tidak ada yang menang ataupun kalah, dikarenakan keluar dan masuknya Wasiat dari tubuh memiliki waktu yang sama, kecepatan larinya pun sama. Bapak Jo’o ini orangnya takut dengan air laut. Pada saat itu diadakan ngalas dengan penulis, tirakat di Sungapan (pertemuan Kali Mas dan laut). Penulis menjadi Joko Tingkir dikarenakan harus berenang dengan menggendong Bapak Jo’o kesana-kemari untuk mencari tempat sujud di tengah laut yang pas. 
 
Ini adalah sebagian kecil pembuktian kata-kata dari Mbah Toh Joyo Prayitno, alm-Tuntunan SCB Kedungdoro IX, bahwa Ajaran Sujud dan Ajaran Saudara Rohani, Simbol Pribadi Manusia adalah gawat keliwat-liwat, biso nguasai ndonya sak isine. Mau tidak percaya? Bukti yang nyata pun ada, namun ingatlah bahwa konsekuensinya ditanggung oleh masing-masing penumpang.

0 komentar:

Posting Komentar